Menyibak tirai
jendela yang penuh dengan cahaya matahari, menyaksikan cahaya terang yang
menembus masuk ke setiap fentilasi kamar, Ohhh.. sudah pagi rupanya. Saya pun
terbangun dan melihat jam tangan, ternyata sudah pukul 10.00 , sungguh malam
yang panjang bukan? Saya pun mulai bingung, akan kemana lagi menghabiskan satu
malam ini. Saya pun berjalan-jalan diseputar hotel, menikmati pemandangan yang masih
alami, bahasa rakyat yang khas, bentuk-bentuk wajah yang variatif, berbagai macam etnis dan budaya yang
berdampingan, juga jauh dari teknologi. Keanekaragaman adat istiadat yang ada
membuat pulau Belitung begitu kaya akan seni budaya. Masyarakat Belitung pada
umumnya terdiri dari berbagai suku seperti melayu, tionghoa, bugis dan berbagai
suku lainnya. Meskipun didominasi oleh suku melayu, perkembangan seni budaya
dari masing-masing suku tetap terpelihara dengan baik.
Saya
tidak tahu apakah Belitung termasuk daerah penghasil emas, yang sering saya
baca dalam artikel adalah kota ini menjadikan pelabuhan sebagai salah satu urat
nadi perekonomian. Dipelabuhan dapat disaksikan kesibukan pekerja bongkar muat
kaolin, yang menjadi hasil tambang utama Kabupaten Belitung. Selain itu
terdapat pula kapal-kapal pinisi yang biasa mengangkut kayu, serta tongkang dan
kapal tunda pengangkut pasir kwarsa. Pemerintah Kabupaten Belitung dalam
beberapa tahun terakhir ini telah menarik investor dari dalam dan luar negeri
untuk membuka areal perkebunan khususnya komoditas kelapa sawit. Yang
mengherankan adalah di kota ini, di setiap sudut banyak pedagang emas. Saya pun
hanya mengamati dari kejauhan saja. Saya pikir belum tentu kadar emasnya bagus,
karena mereka adalah penghasil timah bukan penghasil emas. Saya pun berjalan
lagi mencari hal-hal yang bisa saya amati, juga saya komentari. Hehe..
1. Rumah Kapiten Phang Tjong Toen
Sewaktu saya
berjalan mengitari satu toko dan pindah ke toko lain, saya menemukan tempat
ini. Tempat yang disebut sebagai Rumah Kapiten Phang Tjong Toen. Rumah ini
tampak tidak terawat terlihat dari cat putih yang sudah mulai berganti warna
menjadi coklat mengikuti umur bangunan. Bangunan ini berada di antara deretan
toko Aneka dekat persimpangan kawasan jalan Endek Tanjungpandan Belitung. Berdasarkan
informasi yang dihimpun bangkapos.com menyebutkan, Phang Tjong Toen pada
zamannya dikenal sebagai seorang kapiten sekaligus juru tulis tambang sejak
John F. Loudon mulai membuka pertambangan timah di Belitung pada tahun 1853. Rumah
ini juga merupkan salah satu bangunan berserjarah, berukuran 25,65 x 32,90
meter dengan luas lahan 54,30 x 30 meter.
Untuk menetap
di pulau Belitung, Kapiten Phang Tjong Toen membangun sebuah rumah
berarsitektur yang khas. Rumah itu diperkirakan dibangun tahun 1868 atau kurang
lebih telah berusia 143 tahun, yang juga merupakan tempat berkumpulnya para
pengusaha pengelola pasir timah.
Rumah Kapiten Phang Tjong Toen |
2. Baliank
Baliank adalah
salah satu distro yang terkenal di Belitung. Dengan konsep seribu macam pilihan
serta manajemen yang ditata sendiri, toko yang beralamat di Jl A Yani Dalam No
119 ini tak hanya menjual sandal, sepatu dan tas, selain itu juga menjual
beragam alas kaki, dompet, kacamata, ikat pinggang, aneka pajangan, dan
aksesoris. Keunggulan toko ini adalah banyaknya pilihan bagi pengunjung yang
datang dan barang yang ditawarkan adalah merek mereka sendiri “Baliank”. Dari
segi harga, semua produk sudah dipatok harganya. Untuk sandal cewek dibanderol
dari harga Rp 30-500 ribu, dan untuk sepatu ditawarkan dari harga Rp 100-500
ribuan. Sedangkan untuk para cowok sandal dibanderol dari harga Rp 80-300
ribuan, sedangkan sepatu ditawarkan dari harga Rp 120-500 ribuan. Baliank pun
berhasil membuka cabang di Kalimantan dengan produk mereka sendiri.
3. Gereja GPIB Imanuel Tanjung Pandan
Saya salah
satu orang yang cukup bangga berasal dari suku batak. Yang saya kagumi adalah,
meskipun tidak banyak, mereka selalu bisa survive. Di awal saya sempat berfikir
akan merayakan natal di gereja yang berbahasa melayu atau tiong hoa sekalian. Namun
saya salah, suku saya cukup berkembang luas dikota ini. Gereja pun dibangun
cukup apik, meski tidak seapik gereja-gereja yang anda lihat di Jakarta. Maka
di malam Natal yang indah itu pun saya memakai dress pantai, karena sebelum kebaktian
rencananya saya akan langsung menuju ke pantai. Menikmati sesuatu yang indah,
yang kita sebut dengan moment matahari terbenam.
Terletak di
kompleks bekas perumahan pejabat PT.Timah, membuat pantai Tanjungpendam cukup
terawat sejak dulu. Di sini anda tidak akan menjumpai pantai pasir putih dan
pepohonan kepala, tetapi khusus untuk anak-anak ada taman bermain yang cukup
menarik. Dari pantai ini terlihat kapal-kapal hilir mudik masuk ke muara sungai
Cerucuk dengan latar belakang pulang Kalamoa yang legendaris. Matahari terbenam
dengan latar belakang kapal-kapal yang baru akan melaut dan pulau Kalamoa
menjadikan tempat ini menarik untuk menikmati awal senja hari.
Lelah
berfoto-foto ria, maka saya pun akhirnya menginjakkan kaki di Gereja GPIB
Tanjungpandan. Lokasi gereja berseberangan dengan Tanjung Pendam, tempat saya
mengambil foto-foto diatas. Saya pun mulai mencari lapak dimana saya bisa
mengabadikan moment Natal itu, sedih memang tidak bisa merayakan Natal bersama
keluarga. Tapi saya juga bahagia dan terharu bisa merayakan Natal 2012 bersama
jemaat Belitong. Semoga kita semua selalu diberkati. Amin.
4. Tanjung Pendam
Di malam hari
pantai Tanjungpendam berubah menjadi tempat berkumpul masyarakat Belitung untuk
menikmati aneka kuliner di restoran-restoran open air sekaligus ditemani
alunan live music dari musisi lokal yang tampil di beberapa restoran. Di
tempat ini juga sering digelar acara panggung pertunjukan kesenian. Terdapat
pula berbagai fasilitas seperti lapangan basket dan futsal. Tanjung pendam juga
menjadi tempat nongkrong penggemar sepeda onthel yang cukup populer di
Tanjungpandan. Maka saya pun tak mau ketinggalan moment, sehabis kebaktian saya
langsung kabur ke salah satu restoran yang katanya ramai dikunjungi oleh
anak-anak muda Belitung yaitu
. Saya
pun menikmati pesta pantai ini dengan hikmat, berdansa dan kemudian bernyanyi
ala ala Nicki Minaj "Let's go to the beach, each, Let's go get away.. I'm
on the floor, floor, I love to dance. So give me more more, till I can't
stand" *goyang pantat*
5. Batu Meteor
Sehabis
memanjakan diri dengan live music di tanjung pendam, saya pun pulang berjalan
kaki ke hotel tempat saya menginap. Ternyata tak jauh dari hotel terdapat salah
satu tempat berupa taman yang menjadi lokasi untuk bersosialisasi bagi mereka
yang ikut dalam aliran music yang berbeda yaitu reggae. Saya pun mendekat ke
arah mereka dan mulai memotret sana sini sambil mendengarkan mereka bernyanyi
dan berdansa. Yomannnn... !
Pusat kota
dari Tanjung Pandan ini ditandai dengan sebuah monumen berbentuk batu besar
yang masih berlokasi di taman. Batu itu disebut sebagai batu Satam, yang dipercaya
berasal dari meteor yang jatuh kebumi.
Hasil tabrakan
meteor dengan bumi ternyata menghasilkan serpihan-serpihan yang berkilau
bagaikan batu kaca. Salah satu yang berkilau itulah yang disebut batu Satam. Konon
katanya batu-batu ini hanya terdapat di Australia, Cekoslavia, dan Arab.
Sedangkan yang paling berkilau ada di Indonesia sendiri yaitu hanya ada
Belitung. Wuiihhh ! Batu satam ini pun tidak mudah di dapat. Biasanya batu ini
ditemukan oleh penambang timah darat, tepatnya di perut bumi dengan kedalaman
50 meter. Istilah satam ini pun diambil dari bahasa warga keturunan China yang
berada di Pulau Belitung. SA yang artinya pasir, TAM artinya empedu. Jadi Pasir
empedu, Empedu pasir. Entahlah.. mungkin karena batu ini memiliki warna dan
bentuk seperti empedu. Begitulah analisa instan dari saya.
Kembali berjalan menuju hotel dan akhirnya
lelap tertidur. Tak terasa matahari pagi mendadak mengagetkan saya, mengingatkan
saya bahwa ini adalah pagi terakhir berleha-leha. Tak ada lagi liburan dan harus
kembali ke dunia nyata. Sedih sekali rasaya harus meninggalkan kota yang indah
dan jauh dari polusi ini. Namun apa daya, kalau tidak bekerja lagi di Jakarta, saya
tidak akan pernah punya uang saku untuk menjelajah keindahan Indonesia dibagian
lain. Saya pun berangkat ke bandara dengan tak lupa mengenakan baju berwarna
biru ini, yang menandakan bahwa saya suka tempat ini dan akan selalu menjadi
bagian dari sejarah tumpukan baju di lemari saya nantinya. Hehe..
Good Bye
Belitung. We love you, We Support you... !!! *Kiss kemudian terbang*
Numpang tenar nih mem-posting foto baliank.. :*
ReplyDelete