Perjalanan ke Pulau Tidung memang
sudah direncanakan oleh team kita (rekan kerja) sejak lama, berbagai tour and
travel sudah di cari tahu harga setiap paketnya dan kemudian di pilih yang
terbaik juga yang termurah. Saya pun tak lupa googling, kira-kira bagaimana
bentuk Pulau tersebut, apakah nanti akan sesuai dengan yang saya inginkan.
Begini hasil observasi saya melalui wikipedia: "Pulau Tidung merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Jakarta, Indonesia. Pulau ini terbagi dua yaitu, Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil.”
Yang mana yg besar yang mana yang
kecil? *Penasaran*
“Penggunaan wilayah di pulau ini
berkembang ke arah wisata bahari seperti menyelam serta penelitian
terhadap terumbu karang.”
Saya seumur-umur lihat terumbu
karang itu cuma 2x. Yang pertama di Danau Toba (catet: hampir tenggelam) dan
yang kedua di Bali. Gak kebayang gimana rasanya ngelihat terumbu karang di
Jakarta? Busett dah, bukan main girangnya hati saya.. *lebay*
“Pulau Tidung yang terdiri dari Tidung
Besar dan Tidung Kecil yang dihubungkan oleh jembatan panjang yang dinamakan Jembatan Cinta oleh
penduduk setempat.”
Wuihh, ada jembatan Cinta...
*mata berbinar-binar*
“Terletak di Kepulauan Seribu Selatan bagian barat, dengan jarak tempuh kurang lebih 3 jam
perjalanan dari Muara Angke dengan kapal penumpang.”
3 jam??????????? *pingsan*
Hati udah riang gembira karna
jembatan cinta, namun hancur berkeping-keping hanya karna 3 jam perjalanan.
Meskipun saya gak mabuk laut, tapi membayangkan 3 jam di dalam kapal saja
rasanya sudah mual mau melahirkan *eh*
Lanjut lagi bacanya :
“Di awal jembatan penghubung ini,
akan ditemui jembatan yang cukup tinggi untuk melalui suatu cekungan laut yang
agak dalam, dimana banyak anak kecil penduduk setempat memperagakan loncat
indah dari jembatan sebagai sarana bermain mereka, cukup menghibur para
wisatawan dan amat mengundang keinginan untuk bisa bergabung dengan mereka
melakukan loncat indah di pantai biru tanpa ombak.”
Wuiihh, saya tiba-tiba jadi inget
dengan Danau Toba. Setiap kali saya naik kapal untuk menyebrang ke tiap-tiap
tempat wisata, banyak anak kecil penduduk setempat yang melompat dari atas
kapal bahkan berenang jauh mengikuti kapal, berharap saya melemparkan recehan
yang banyak untuk diraih di dalam air. Nah, bagaimana dengan Pulau Tidung? Apa
motif penduduk setempat melakukan loncat indah dari atas jembatan? Sudah bosan
hidup atau gimana? Berbagai macam pertanyaan dan rasa penasaran muncul terlalu
banyak bahkan berlebihan sampai tumpah.
Baca lagi :
“Di penghujung jembatan penghubung,
menapaki pantai Pulau Tidung Kecil yang
merupakan kawasan pengembangbiakan mangrove, masih tampil indah ditelusuri
dengan bersepeda, melalui jalan setapak yang dipenuhi dengan ilalang dan pantai
sepi yang pasirnya putih lembut, sangat indah pemandangannya. Mari kunjungi Pulau Tidung terutama pada saat akhir
pekan bersama-sama berolahraga snorkeling.”
Alamak? Snorkeling? Masuk ke
dalam air? Ngasi-ngasi makan ikan? Pakai peralatan diving? Ampun, mana bisa
nafas saya? Ah, enggak.. gak jadi, gak jadi. Muncul perlawanan dalam diri saya,
berangkat atau tidak? Begitu bodohnya saya, yang memang hanya bisa berenang
dalam kolam yang tak lebih dari satu meter saja. Usut punya usut, duilee
bahasanya.. ternyata Snorkeling itu gak seperti yang saya bayangkan. Saya sudah
berfikir akan membawa wetsuit, tank, masker, snorkel, dan fins (<-- Belum
pernah lihat bentuknya kayak apa). Ternyata bukan, kita tidak membutuhkan itu
disaat snorkeling. Hehe.. maklum saya kan tinggalnya di daratan..
Tiba saatnya malam hari sebelum
keberangkatan, saya pun membeli sunblock, tidak tanggung-tanggung whitening and
sun protection SPF 50 PA++ (saya gak tau ini artinya apa). Begitulah menurut
SPG nya, ini adalah product terbaru dan sudah terbukti anti matahari. Tidak
menyebabkan penuaan dini (mungkin karena dia lihat saya sudah cukup tua), tahan
air, dan sudah di uji secara dermatologi. Canggih! Langsung deh saya bayar di
kasir...
Esok hari, pagi-pagi sekali kami
pun sudah dijemput oleh taxi untuk berangkat ke Muara Angke. Menurut ketua Geng
saya, kita akan diberangkatkan dari sana, bertemu dengan guide yang sudah
disediakan oleh travel agent yang kita pilih termasuk tiket kapalnya. Saya pun
tidak mau terlambat sampai disana, akhirnya saya rela menginap di rumah teman
untuk berangkat bersama-sama. Bangun pagi, kami pun langsung berkemas, tak lupa
buah-buahan yang sudah disediakan oleh si tante, orang tua teman saya. Baik
banget yah, jadi pengen pulang kampung ketemu emak..
Disepanjang jalan mendekati muara
angke, kami terjebak oleh jalanan yang sedang dalam perbaikan. Sambil menunggu
macet berakhir, saya pun memandangi orang-orang disekitar saya. Ramai sekali! Yang tua maupun yang muda banyak yang
berjalan kaki, membawa ransel, koper dan berbagai macam keperluan yang
ditenteng ditangannya. Saya pun bertanya dalam hati, mau kemana orang-orang
ini? Sesampainya di lokasi, saya baru tahu jawabannya. Jadi semua orang yang
saya lihat dijalanan tadi sudah ada di muara angke juga. Jangan ditanya lagi
mau kemana, yang pasti Pulau Seribu. Saya tak pernah menduga akan banyak sekali
orang yang berangkat kesana, apakah pulau ini akan cukup menampung semuanya?
Haduhh, saya pun semakin takut mengingat nantinya akan berada dalam kapal bersama
orang-orang di pelabuhan tersebut.
Tidak perlu menunggu lama, kami
pun bertemu dengan guide yang sudah diutus oleh agent yang kami pilih. Kami pun
diberikan tiket dan diarahkan berjalan kearah kapal. Saya pun terkejut, karena
tidak hanya orang-orang yang saya lihat tadi ada disana, bahkan yang sudah
berjam-jam menunggu untuk berangkat pun sudah banyak, jalanan begitu padat,
macet karena genangan manusia dimana-mana. Namun tak lupa juga, saya dan rekan
lainnya berfoto ria ditengah antrian naik kapal.
Saya pun melihat ke arah kapal,
tak ada aturan dan tak ada arahan, semua orang langsung masuk dalam kapal yang
sama, mencari posisi masing-masing yang membuat nyaman, begitu juga dengan
saya. Karena terlalu banyak penumpang gelap yang masuk, petugas pun sempat
marah, dan meminta agar yang mengikuti tour yang lebih didahulukan karena sudah
membayar jauh-jauh hari. Tapi apa daya, dalam kondisi seperti itu, tak satu pun
penumpang yang mau keluar. Hingga salah satu awak kapal berkata, “Kapal ini
penuh, yang tidak memiliki tiket harap turun karena kapal ini tidak
diasuransikan. Jika terjadi apa-apa, kami tidak bertanggung jawab.”
Alamak, apa-apaan ini? Jadi kalau
saya tenggelam karna kapal saya mati gitu aja? Ahhhhh, saya pun langsung
memanggil ketua geng untuk mengatur semuanya, termasuk menghubungi travel agent
dan guide. Huffhhh, kapal yang begitu sumpek benar-benar membunuh. Ada ikan, ada
manusia, dan ada manusia yang bau ikan!!! Semerbak.. !!! Rupa-rupa baunya..
Panas terik pelabuhan pun membuat
emosi memuncak, meskipun pada akhirnya kapal berhasil berjalan setelah sekian
banyak orang turun dan memilih naik kapal lain. Mungkin karena mereka ketakutan
belum memiliki asuransi kematian dini. Welehh..
Setelah berlayar sekitar 30
menit, ternyata penderitaan belum berakhir juga. Ditengah-tengah perjalanan
tiba-tiba kapal berhenti. Semua penumpang pun panik dan berceloteh dan berdoa menurut
ilmu dan kepercayaannya masing-masing. Nahkoda pun mencoba menyalakan kembali
kapal tersebut, sekali, dua kali.. tidak berhasil juga. Tiga kali, prakkkkkk...tali
pun putus... ahhh, rasanya ingin sekali menelpon kedua orang tua untuk meminta
maaf dan mengucapkan kata-kata terakhir serta bernyanyi “kuberhahagia yakin
teguh....”
Ya Tuhan, cobaan apalagi yang
Engkau hibahkan pada hambamu. Tolonglah beri nyawa baru.. Begitulah kira-kira
doa saya kala itu. Tiba-tiba dari belakang kapal terdengar banyak suara-suara
langkahan kaki, dan dengan lantang suara nahkoda pun menggelegar, “yang
dibelakang hayooo.. semua maju ke tengah atau ke depan, cari tempat kosong,
jaga keseimbangan kapal.” Kapal pun diterjang ombak dan bergoyang. Aduhhhh,
ingin menangis rasanya dan menyesali dosa-dosa di dunia. Saya pun tak sanggup
lagi dan salah satu teman saya menghubungi guide, “Mas, ini kita gimana?
Kapalnya berhenti di tengah jalan, talinya putus, nahkodanya dari depan sudah
pindah ke belakang.” Kemudian guide pun menjawab dgn santai, “tenang saja mba,
nanti kita jemput.”
“Tenang gimana mas, ini kita di
tengah laut, dapat asuransi gak?”
Saya tak tahu lagi harus bersedih
atau tertawa.. semua orang terlihat sangat panik dan membuat saya bangkit dari
tempat duduk dan berjalan mendekati nahkoda kapal. Usut punya usut, ternyata
kapal kelebihan jumlah penumpang. Akibat target yang tinggi dan mau naik haji
mungkin yang menyebabkan mereka tak lagi melihat keselamatan. Kelebihan
penumpang ini menyebabkan mesin dibagian bawah kapal tenggelam ke dalam air,
sehingga mampet dan berhasil berjalan lagi setelah penumpang di bagian belakang
berpindah tempat dan menjaga keseimbangan. Puji Tuhan, saya pun membaca
ayat-ayat yang saya hafal saja di dalam kapal, kitab kejadian, keluaran,
imamat, bilangan, ulangan, babat habis dan kemudian tertidur lelap.
Dua setengah jam kemudian, kami
pun sampai di Pulau Tidung. Dengan bangganya saya pun berfoto-foto ria, karena
ini baru pertama kali saya menginjakkan kaki di Pulau ini.
Memang benar kata orang, pulau
ini cukup indah namun saya tidak begitu suka karena sangat ramai.
Saya pun lebih memilih untuk
istirahat sejenak di home stay, makan, tidur dan dibangunkan oleh guide untuk
memulai aktivitas bersama air dan terumbu karang. Snorkeling, Cihuuyyy!
Kami pun berangkat dengan
menggunakan peralatan snorkeling yang sudah disiapkan dan kapal yang juga sudah
menunggu untuk berpetualang. Saya pun tak lupa membawa roti untuk diberikan
kepada ikan-ikan dilaut. Oh, ternyata indah sekali dibawah sana.
Siang pun akhirnya berlalu, kami pun memilih untuk makan sore bersama tentunya dengan air kelapa muda. Nikmat!
Setelah itu, menikmati sunset di
pinggir pantai.
Kemudian kembali ke penginapan
dengan tubuh yang lelah namun hati bahagia. Mandi, beristirahat dan kemudian
dinner dengan ikan bakar. Ah, sedap! Tidur pun lelap..
Pagi hari setelah sarapan, kami
pun sudah disiapkan sepeda untuk digunakan menuju ke lokasi dimana kapal sudah
menunggu.
Hari ini akan penuh dengan olahraga air! Glek glek glek..
Sesampainya disana, saya dan team
pun langsung nyobain banana boat. Uh seru!
Tak mau ketinggalan, saya pun
mencoba hantu laut. Sumpah, seru betul. Saya sampai mencoba Hantu laut ini 2x.
Tak apa bayar double, yang penting riang gembira. Permainan yang satu ini
caranya adalah pengemudi speedboat akan menarik kita dengan kecepatan
meningkat. Lalu kemudian kita diputer-puterin di laut. Iihh, suara saya hampir
habis karna terlalu banyak berteriak.
Yang lainnya, saya pilih kano
karena kano adalah satu-satunya olahraga air yang nganggur pada waktu itu.
Jarang sekali pengunjung mencoba alat yang satu ini. Saya pun tertarik untuk
belajar dan mumpung gratis. Alhasil, saya pun kehabisan tenaga mendayung sana
sini.
Nah, inilah saatnya saya pun
memiliki kesempatan untuk membuktikan semua yang tercatat di wikipedia. Awas
aja kalau salah! *eh*
Yang pertama : Jembatan Cinta
Jembatan ini memang ada, sudah
saya buktikan keberadaannya. Ini dia :
Kedua: Banyak yang lompat indah?
Kebetulan waktu saya disana, masih pagi dan belum ada yang
berani melompat, pengunjung hanya berani melihat dan memandang air dari atas
jembatan. Maka saya mau jadi yang pertama. Saya pun melompat indah dari
jembatan yang tingginya 10 meter itu. Sebelum melompat, saya merasa jantung saya sudah berada di luar,
tidak bisa masuk lagi, deg-deg’an, rasanya memang sudah waktunya. Ditambah
lagi, area titik jatuh lompatan adalah kawasan dimana speedboat selalu
seliweran. Gak lucu kan kalau kita udah lompat eh ternyata ada speedboat yang
lewat dibawah. Aiihhh.. Saya pun sudah meminta tolong kepada teman saya untuk
memberitahu org tua kalau2 terjadi apa-apa.. haha.. ngaco!
Kemudian melompat!
Dan orang kedua dilanjutkan oleh
teman saya sendiri, demikian selanjutnya jembatan itu dipenuhi oleh orang-orang
yang berjumpalitan melompat. Hehe..
Belakangan saya baru tahu,
ternyata jembatan ini juga punya mitos dimana keberadaan Jembatan cinta Pulau
Tidung menjadi sebuah penghubung antara pulau tidung besar dan kecil, seakan
sebuah penyatu jalinan cinta kasih dua sejoli yang tak ingin di pisahkan oleh
lautan. Ah, sedap! Kisah-kisah seperti ini yang akan menarik banyak pengunjung.
Demikian lah ternyata sebuah
perjalanan mampu menghapus rasa takut yang luar biasa, lebih berani, dan membuat
kita lebih bertanggung jawab. Akan selalu ada hal baru yang bisa kita coba dan
kita rasakan hasilnya selama kita hidup. Melakukan hal-hal yang mungkin belum
pernah dilakukan oleh orang lain, mencoba sesuatu yang baru, ilmu baru,
mendapat pengetahuan baru, dan sebagainya. Perjalanan mengajarkan saya bahwa
saya mampu. Ketika saya masih diberi hidup, artinya saya mampu!!!
Mau nih foto yg naik sepeda sendiri itu ;)
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletebaca bagian:
ReplyDeleterasanya ingin sekali menelpon kedua orang tua untuk meminta maaf dan mengucapkan kata-kata terakhir serta bernyanyi “kuberhahagia yakin teguh....”
ngakak aja baca nya.. :D